Cara Menguatkan Hafalan Anak |
Setiap
anak yang lahir ke dunia ini membawa anugerah yang sangat luar biasa. Dimanapun anak itu lahir, di rumah sakit
mewah, di dukun bayi, di Paris atau di Ciamis, mereka mempunyai kecerdasan yang
sama. Cara orangtua mereka
membesarkanlah yang akan membedakan seperti apa anak-anak itu kelak.
Banyak
sekali orang-orang besar yang lahir dari keluarga sederhana bahkan dari
keluarga miskin. Salah satunya adalah
Imam Syafi’I yang merupakan peletak dasar ilmu-ilmu fiqih. Beliau dilahirkan dan dibesarkan oleh ibunya
yang miskin. Beliau yatim sejak masih
kecil. Meskipun miskin harta tapi ibunya
kaya iman dan kaya ilmu. Ibunyalah yang
selalu memberi inspirasi, semangat dan menunjukkan arah hidup. Syafi’I kecil selalu diperdengarkan ayat-ayat
suci Al-Qur’an langsung dari lisan ibunya.
Tidak heran apabila pada usia 7 tahun beliau sudah hafal Al-Qur’an, 10
tahun sudah mempelajari ‘ulumul Qur’an dan pada usia 16 tahu telah memliki
kelayakan untuk memberikan fatwa.
Orang-orang yang jauh lebih tua dari beliau banyak yang dating untuk
meminta nasihat.
Bandingkan
dengan diri kita, di usia kita sekarang ini, masih sangat kurang pemahaman
agama kita. Apakah ada yang salah? Pasti
ada yang tidak tepat dengan pendidikan kita.
Guru yang baik menerangkan, sehingga yang belum paham menjadi paham dan
yang sudah paham menjadi lebih matang.
Guru yang lebih baik selalu memberikan contoh. Guru yang terbaik akan memberikan inspirasi,
menggugah semangat murid-muridnya untuk melakukan yang terbaik yang mereka bisa.
Pertanyaan
selanjutnya untuk kita adalah: Guru seperti apakah kita bagi anak-anak
kita? Apakah kita termasuk guru yang
baik, yang lebih baik atau yang terbaik?
Atau jangan-jangan bukan ketiga-tiganya?
Jangan-jangan kita hanya mengenal “kata seru” dan “kalimat perintah”
untuk anak-anak kita? Jenis kata dan
kalimat yang lain tidak kita kuasai.
Hari
ini betapa banyak beban hafalan yang harus dihafal anak-anak kita, sementara
kita belum menjadi guru yang baik, lebih baik apalagi yang terbaik. Kalau tidak bijak dalam melatih hafalan justru akan mematikan kemampuan akal untuk berpikir.
Mengajarkan
anak menghafal banyak hal adalah sesuatu yang baik. Tetapi harus kita perhatikan baik-baik cara
kita merangsang anak-anak kita untuk menghafal. Menghafal harusnya diawali dari pemahaman dan
kecintaan terhadap ilmu yang dia pelajari.
Dari dua hal itu akan muncul semangat yang luar biasa untuk menghafal. Jadi bukan semata-mata mengejar target yang
kita (orang tua dan guru) bebankan kepada mereka.
Imam
Ghozali dalam kitabnya Ihya’ ‘Ulumuddin, berkata: “Hendaklah anak kecil diberi
kesempatan bermain. Melarangnya bermain
dan menyibukkannya belajar terus-menerus akan mematikan hatinya, mengurangi
kecerdasannya dan membuatnya bosan dengan hidup, sehingga dia akan berusaha
membebaskan diri dari keadaan sumpek ini.”
Berbagai
penelitian akhir-akhir ini menunjukkan betapa tepatnya nasihat Imam Ghazali
tersebut. Ternyata semangat yang membara
untuk belajar, tujuan atau cita-cita yang kuat dan proses belajar yang
menyenangkan jauh lebih berharga dibanding jumlah materi pelajaran yang mereka
pelajari. Anak-anak yang bersemangat,
menghafal seribu kalimatpun tak masalah, tetapi anak-anak yang
terbebani/tertekan oleh tuntutan orang tua atau gurunya jangan seribu kalimat,
satu kalimat saja terasa berat baginya untuk menghafal.
0 komentar:
Posting Komentar